Kamis, 20 Oktober 2011

Korupsi kejahatan luar biasa

Korupsi kejahatan luar biasa karena korupsi membawa dampak kerusakan yang luar biasa pada masyarakat, bangsa dan negara dan korupsi adalah tindakan yang sangat ditentang oleh ajaran agama apapun. Ini karena korupsi menyiratkan dua aspek kejahatan; kejahatan teologis dan kejahatan kemanusiaan. Korupsi diklaim sebagai kejahatan teologis, karena pelakunya telah mengingkari dan mengkhianati ajaran-ajaran suci agama yang dipeluknya.
Tidak ada satu ajaran agamapun yang mentolerir, apalagi membenarkan tindak korupsi. Bila ada ajaran agama yang mentolerir, apalagi membenarkannya, maka ajaran itu tidak layak disebut sebagai ajaran agama.
Sedangkan klaim korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan, ini karena efek dari tindakan korupsi itu, masyarakat (terutama yang lemah) kian hidup dalam kubangan kesengsaraan. Sebab, uang negara yang seharusnya ditasharrufkan bagi kemaslahatan mereka, tidak mencapai sasaran. Uang itu "ditelan" para koruptor. Ini berarti, para koruptor telah merampas kesejahteraan rakyat.
Secara sederhana, definisi korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi. Pengertian ini juga mencakup prilaku pejabat-pejabat lembaga publik (baca: negara dan pemerintah), baik politisi maupun pegawai negeri (PNS), yang memperkaya diri secara tidak pantas dan melanggar hukum. Atau jika mengacu pada pengertian Jeremy Pope, dalam bukunya ‘Strategi Memberantas Korupsi; Elemen sistem Integritas Nasional,’ korupsi juga mencakup prilaku orang-orang yang dekat dengan politisi dan PNS, dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dipercayakan kepada mereka.
Lalu jika kita tarik ke dalam unsur kejahatan. Secara sederhana definisi kejahatan adalah suatu tindakan yang anti sosial. J.M. Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat. Karena itu negara harus menjatuhkan hukuman kepada si pelaku.
Sementara berdasarkan Edwin H Sutherland dalam bukunya ‘Principle of Criminology,’ menyebutkan terdapat beberapa unsur kejahatan yang saling bergantung dan saling mempengaruhi. Di antaranya, pertama, terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian, dan kedua, kerugian tersebut melanggar undang-undang yang berlaku dan ketiga, dilakukan secara sengaja.  Jika saja kita mengacu kepada dua definisi diatas, maka korupsi benar-benar merupakan bentuk kejahatan.
Dieter Frisch Direktur jenderal Pembangunan Komisi Eropa, memberikan analisa bahwa korupsi telah memperbesar pengeluaran untuk barang dan jasa; memperbesar utang suatu negara (dan memperbesar biaya cicilan utang dimasa datang); menurunkan standar, karena barang yang diserahkan adalah barang dengan mutu di bawah standar dan teknologi yang tidak cocok atau tidak perlu.
Korupsi juga menyebabkan proyek-proyek dipilih berdasarkan modal. Karena ini bermaksud lebih menguntungkan si pelaku korupsi, bukan berdasarkan kemampuan menyerap tenaga kerja, yang bermanfaat bagi pembangunan. Friesch menunjukan bahwa bila sebuah pemerintah memperbesar utangnya agar dapat melaksanakan proyek-proyek yang tidak layak dari sisi ekonomi, maka utang tambahan itu tidak saja mencakup 10 hingga 20 persen biaya tambahan yang timbul karena korupsi. Tetapi seluruh investasi, dalam arti 100 persen investasi dilakukan atas dasar keputusan yang tidak jujur untuk melaksanakan proyek-proyek yang tidak produktif dan tidak perlu.
Menurut Jean Cartie Bresson, dalam bukunya ‘The Cause and Consequences of Corruption: Economic Analyses and Lessons Learnt’, menyimpulkan bahwa korupsi terdampak negatif terhadap alokasi dan distribusi sumber daya ekonomi.
Dampak tersebut antara lain: Pertama, korupsi menimbulkan transaksi illegal tetap terjaga kerahasiaannya, kontrak-kontrak yang korup akan kehilangan kompetitor, menghapus keberatan kompetitor serta tidak ada perlindungan hak bagi kompetitor, kriteria-kriteria ekonomi yang seharusnya dipertimbangkan digantikan dengan kriteria kekeluargaan, etnik, keagamanaan maupun koneksi lainnya. Kedua, korupsi mengurangi investasi dan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, korupsi menimbulkan alokasi sumber daya publik yang rendah karena lebih banyak dipergunakan untuk biaya suap. Keempat, korupsi menimbulkan public defisits. Kelima, korupsi mengurangi peran pemerintah atas dasar redistribusi pajak, karena penerimaan berkurang. Keenam, korupsi mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan dan fasilitas publik. Ketujuh, korupsi menyebabkan alokasi sumber daya yang tidak tepat, dan kedelapan, korupsi dibidang penegakan berdampak pada penyalahgunaan kewenangan.
Itulah kejahatan sekaligus tragedi kemanusiaan yang luar biasa dahsyat. Karenanya, tak ada kata tawar lagi, korupsi harus secepatnya diberangus hingga ke akarnya, sebelum kejahatan dan tragedi kemanusiaan itu kian menjadi-jadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar